A.    Hipotesis DeBroglie

Ciri perkembangan fisika biasanya ditandai dengan periode panjang pekerjaan eksperimen dan teori tidak memuaskan yang kadang-kadang diiringi oleh cetusan berbagai gagasan mendalam yang menyebabkan perubahan yang mencolok dalam cara kita memandang alam semesta. Seringkali, semakin dalam gagasan yang dicetuskan dan semakin berani orang mengambil langkah awal semakin sederhana pula gagasan itu tampak dalam sudut pandang sejarah, sehingga kita cenderung bersandar ke belakang dan bertanya dalam hati, “Mengapa saya tidak memikirkannya?”. Teori relativitas Einstein merupakan salah satu contohnya dan hipotesis  si warga Perancis Louis DeBroglie adalah contol lainnnya.

Dalam bab 3 ini, kita akan membahas percobaan interferensi dua-celah (yang hanya dapat dipahami jika cahaya berperilaku sebagai gelombang), dan efek fotoelektrik serta efek Compton (yang hanya dapat dipahami jika cahaya berperilaku sebagai partikel). Apakah hakikat keduaan partikel-gelombang ini merupakan sifat yang hanya dimiliki oleh cahaya saja ataukah juga oleh sebuah benda?. Dalam suatu hipotesis yang berani dalam disertasi doktornya, DeBroglie memilih pilihan terakhir. Dengan meneliti persamaan (3.29), E = h𝜐, dan persamaan (3.31), p = h/λ, kita jumpai beberapa kesulitan untuk menerapkan persamaan pertama pada kasus partikel, karena tidak ada kepastian apakah E energi kinetic, energi total, ataukah energi relativistik total (tentu saja, semuanya tidak ada bedanya bagi cahaya). Untuk persamaan kedua, kesulitan ini kita jumpai, DeBroglie mengusulkan tanpa dukungan bulti percobaan bagi hipotesisnya, bahwa bagi semua partikel yang bergerak dengan momentum p, terkait suatu gelombang dengan panjang gelombang λ, yang berhubungan dengan p menurut persamaan

                        λ =                                         (4.1)

Panjang gelombang λ sebuah partikel yang dihitung menurut persamaan (4.1) ini disebut panjang gelombang DeBroglie.

Contoh :

Hitunglah panjang gelombang DeBroglie dari empat benda dengan data berikut :

a.    sebuah mobil 1000 kg yang bergerak dengan laju 100 m/s (sekitar 200 mil/j).

b.    sebuah peluru 10 g yang bergerak dengan laju 500 m/s.

c.     sebuah partikel asap rokok 10-6 yang bergerak dengan laju 1 cm/s.

d.     sebuah electron dengan energi kinetic 1 eV.

Pemecahan :
a. Dengan menggunakan hubungan klasik antara kecepatan dan momentum.

             λ =  =  =  =  6,6 × 10-39 m

b. seperti pada bagian a.

λ =  =  =  1,3 × 10-34 m

c. sama seperti pada a dan b.

λ =  =  =  6,6 × 10-23 m

d. Energi diam (m0c2) elektron adalah 5,1 × 105 Ev. Karena energi kinetiknya (1 eV) sangat kecil daripada energi diamnya, maka kita dapat menggunakan kinematika tidak relativistik.

            p =  =

               = 5,4 × 10-25 kg m/s

Maka,

λ =  =  =  1,2 × 10-9 m = 1,2 nm

Hasil ini dapat kita peroleh pula dapat kita peroleh dengan cara berikut, dengan menggunakan hc = 1240 eV.nm

            p =  =  =  

           cp =  = 1,0 × 103 eV

            λ =  =  =  1,2 nm

sepintas lalu, metode ini kelihatannya dibuat-buat, tetapi dalam praktek ternyata sangatlah bermanfaat, teristimewa karena sebagian besar energi dlam fisika atom dan nuklir dinyatakan dalam satuan elektron-volt.

            Perhatikan bahwa panjang gelombang yang dihitunga pada bagian a, b, dan c terlalu kecil untuk diamati di dalam laboratorium. Hanyalah pada kasus terakhir, yang panjang gelombangnya berorde sama dengan jarak antar atom dalam zat padat, kita berkemungkinan mengamai panjang gelombang tersebut. Karena kecilnya nilai h, maka hanya partikel berukuran atom atau inti atom yang berperilaku gelombangnya dapat teramati.

Ada dua pertanyaan yang segera muncul. Pertama, gelombang macam apakah yang memiliki panjang gelombang DeBroglie ini? Yakni, apakah yang terukur oleh amplitude gelombang DeBroglie ini? Pertanyaan ini menimbulkan kesulitan yang cukup parah bagi fisika selam aurang 50 tahun, dan kita tunda dahulu pembahasan jawabannya hingga bagian terakhir dari bab ini. Untuk sementara, kita menganggap bahwa, bersamaan dengan partikel yang bergerak, terkait gelombang DeBroglie yang panjang gelombangnya λ, yang menampakkan dirinya apabila dilakukan percobaan khas gelombang (seperti difraksi) padanya. Hasil percobaan khas gelombang tersebut akan bergantung pada panjang gelombang DeBroglie yang bersangkutan.

Pertanyaan kedua yang kemudian muncul adalah : Mengapa panjang gelombang ini tidak teramati secara langsung sebelum masa DeBroglie? Andaikanlah kita mencoba mengamati gelombang DeBroglie dari sebuah kelereng. Cara klasik untuk mengamati perilaku gelombang adalah dengan percobaan dua-celah. Jadi, kita tempatkan suatu dinding batas tegak, kemudian melubanginya pad adua tempat sedemikian rupa sehingga memungkinkan sejumlah kelereng bergerak melewati kedua lubang tersebut. Kemudian, semua kelereng kita gelindingkan melalui kedua lubang tadi, dan diusahakan agar mereka meninggalkan tanda ketika menumbuk sebuah “layar” di belakang dinding. Dengan percobaan ini kita memperkirakan bahwa bila layarnya kemudian kita periksa, hakikat gelombang dari kelereng akan tersingkap lewat suatu pola garis interferensi yang mirip dengan yang tampak pad agambar 3.2. Namun, bila percobaan ini kita lakukan, sayang tidak ada pola garis interferensi yang teramati. Kegagalan percobaan ini bersumber pada kecilnya nilai tetapan Planck. Panjang DeBroglie sebuah kelereng (massa 1 g, laju  1 cm/dt) adalah sekitar 10-28 m, yakni sekitar 1018 kali lebih kecil daripada sebuah atom tunggal. Jarak antara garis-garis pola interferensinya juga dalam orde tersebut; tentu saja, jarak antara garis pola interferensi ini bergantung pada jarak kedua celah ke layar, jika kita menjauhkan layar, maka jarak tersebut akan bertambah. Tetapi, sekalipun kita menjauhkan layarnya sejauh satu tahun cahaya, jarak antara garis pola interferensinya masih lebih kecil daripada ukuran sebuah atom. Tidak ada percobaan yang dapat kita lakukan yang dapat memprlihatkan hakiikat gelombang dari benda makro (terukur dalam ukuran lazim laboratorium). Hanya jika kita melakukan percobaan dengan partikel ukuran atom atau inti atom, barulah panjang gelombang DeBroglie teramati.

Sebagai gantinya kelereng, marilah kita pilih seberkas elektro. Berkas elektron dapat dihasilkan dengan sebarang momentum yang diinginkan, yaitu dengna mempercepatkannya melalui suatu beda potensial elektrik yang dipilih. Akibatnya, kita dapat menghasilkan seberkas elektron yang panjang gelombang DeBroglienya dapat kita ubah-ubah dalam suatu selang nilai yang lebar. Hakikat gelombang dari elektron dapat disingkap dengan melewatkan berkas elektron itu pada suatu penghalang dua-celah. Tetapi, pembuatan penghalang dua-celah yang sesuai bagi elektron merupakan suatu persoalan eksperimen sulit yang belum terpecahakan hingga beberapa tahun kemudian setelah hipotesis DeBroglie mendapat dukungan dari sejumlah percobaan lainnya, untuk sekarang kita meneliti beberapa percobaan uji hipotesis DeBroglie lainnya yang memperagakan perilaku gelombang dari partikel.

Karena interferensi dan difrasi merupakan dua penunjuk khas perilaku gelombang, maka hakikat gelombang dari elektron hanya dapat disingkap dengan melakukan percobaan ini. Intereferensi dua-celah telah dibahas dalam bab 3, sedangkan difraksi dibahs secara sederhana dalam berbagai buku ajar fisika dasar. Gambar 4.1 memperlhatkan cuplikan beberapa pola difraksi yang diperoleh ketika gelombang cahaya dijatuhkan pada suatu celah tunggal dan kawat halus.

Atom-atom, yang ukurannya dalam orde 10 -10 m, merupakan objek difraksi yang sangat baik bagi gelombang yang panjang juga dalam orde 10 -10 m. Sayangnya, kita tidak dapat mempelajari difraksi oleh suatu atom saja. Tetapi dalam bab 3 kita telah membahas dan menyajikan gambar pola intereferensi indah yang dihasilkan bila sinar-X dijatuhkan pada sebuah Kristal menyebabkan munculnya maksimum-maksimum interferensi yang mudah dikenali.

Gambar 4.1 (Atas) Pola difraksi sebuah celah. (Bawah) Pols difraksi sebuah kawat halus.[sumber : Cagnet, et, al., Atlas of Optical Phenomena, Springer-Verlag, 1971]. 

Dengan demikian, untuk meneliti hakikat gelombang dari elektron, kita harus mengikuti aturan kerja berikut. Mula-mula kit apercepat seberkas elektron melalui suatu potensial V, hingga mencapai energi kinetik tidak relativistik K = eV  dan momentum p = . Mekanika  gelombang melukiskan berkas elektron-elektron ini sebagai suatu gelombang dengan panjang gelombang λ = h/p. Berkas gelombang ini menumbuk sebuah kristal dengan cara yang sama seperti berkas sinar-X pada gambar 3.7 serta 3.8 (hasil difraksi sinar-X) memberi kesan mendalam bahwa elektron memang berperilaku sebagai gelombang.

Gambar 4.2 Pola difraksi elektron. Setiap titik terang menyatakan suatu interferensi maksimum, seperti pola difraksi sinar-X dari gambar 3.7 dan 3.8. Bahan sasarannya adalah kristal Ti2Nb10O29. (Atas jasa baik Sumio Iijima, Arizona State University).

Perbandingan langsung antara “lingkaran-lingkaran” yang dihasilkan dalam hamburan oleh bahan polikristalin (lihat gambar 3.9) diperlihatkan pada gambar 4.3. Hasil perbandingan antara hamburan elektron dan hamburan sinar-X ini luar ini luar  biasa mengesankan, yang sekali lagi memberikan bukti kuat bagi kesamaan perilaku gelombang dari elektron dan sinar-X.

Garmbar 4.3 Perbandingan pola difraksi sinar-X dan difraksi elektron. Separuh gambar yang bagian atas memperlihatkan hasil hamburan sinar-X berpanjang gelombang 0,071 nm oleh selembar alumunium, sedangkan separuh gambar yang bawah memperlihatkan hasil hamburan elektron 600 eV oleh alumunium. (Panjang gelombang masing-masing berbeda; pada gambar ini, skala kedua paruh gambar telah disesuaikan). (Sumber : Education Development Center, Newton, MA).

Perilaku gelombang dari partikel tidak terbatas pada elektron semata-mata; partikel apapun dengan momentum p memiliki pula panjang gelombang DeBroglie λ = h/p. Neutron dihasilkan dalam reactor nuklir dengan energi kinetik yang berhubungan dengan panjang gelombang sekitar 0,1 nm; ini juga cocok bagi difraksi oleh kristal. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa difraksi neutron oleh sebuah kristal garam menghasilkan pula pola khas yang sama seperti  pada difraksi elektron dan sinar-X.

Gambar 4.4 Difraksi dari berkas neutron oleh kristal natrium klorida. (Sumber :Eisberg & Resnick, Quantum Physics, John Wiley & Sons, 1974).

Untuk mempelajari inti atom, diperlukan panjang gelombang yang lebih pendek, dalam orde 10 -15 m. Gambar 4.5 memperlihatkan pola difraksi yang dihasilkan oleh hamburan proton dengan energi kinetik 1 GeV oleh inti oksigen. Maksimum-maksimum dan minimum-minimum diperlihatkan pada Gambar 4.1. (Intensitas pada  minimum-minimum tidak menurun ke nol karena inti tidak memiliki batas yang tegas. Penentuan ukuran inti lewat pola difraksi ini akan dibahas dalam bab 9).

Hasil interferensi dan difraksi pada Gambar 4.2 dan 4.5 tidaklah semata-mata berlaku bagi sastu tipe partikel atau satu macam  bahan sasaran tertentu saja, melainkan adalah contoh gejala umum, yakni perilaku gelombang bagi semua partikel. Gejala ini tidak teramati sebelum tahun 1920 karena pada masa itu belum ada percobaan memadai yang dilakukan. Dewasa ini hakikat gelombang dari partikel digunakan secara lumrah oleh fisikawan atom sebagai alat baku dalam mempelajari sifat atom, oleh fisikawan inti dalam mempelajari sifat inti atom, oleh fisikawan zat padat, kimia-fisikawan, dan ilmuwan material lainnya dalam mempelajari sifat materi, oleh biologiwan dan biokimiawan dalam mempelajari hayat mikroskopik dengan mikroskopik elektron, dan oleh astrofisikawan dalam mencoba menjelaskan berbagai objek aneh dalam alam semesta.

Gambar 4.5 Difraksi proton GeV oleh inti atom oksigen. Maksimum-maksimum dan minimum-minimumnya mirip yan diperoleh untuk difraksi satu-celah dari gelombang cahaya.

Bukti percobaan pertama hakikat gelombang dari elektron (dan bukti kualitatif dan hubungan DeBroglie λ = h/p) diperoleh segera setelah DeBroglie mengemukakan hipotesisnya. Pada tahun 1926, dilaboratorium Bell Telephone, Clinton Davisson dan Laster Germer menyelidiki pemantulan berkas elktron dari permukaan kristal nikel. Gambaran skematis peralatan mereka diperlihatkan pada Gambar 4.6. Dalam percobaan ini, seberkas elektron dari suatu kawat pijar panas dipercepat melalui suatu beda potensial V. Setalah melewati suatu celah kecil, berkas elektron ini  menumbuk kristal nikel tunggal. Elektronnya lalu dihamburkan ke segala arah oleh atom kristal, beberapa menumbuk suatu detektor, yang dapat digerakkan ke sebarang sudut Ф relatif terhadap arah berkas datang, yang mengukur intensitas berkas elektron yang dihamburkan pada sudut itu.

Gambar 4.6 Peralatan yang dipergunakan Davisson dan Germer untuk mempelajari difraksi elektron. Elektron meninggalkan kawat pijar F dan dipercepat oleh tegangan V, berkasnya kemudian menumbuk sebuah kristal dan berkas yang dihambur diamati pada sudut Ф relative terhadap berkas datang. Detektor dapat diputar dalam rentang sudut 0 hingga 90o.

Jika kita menganggap bahwa setiap atom kristal dapat bertindak sebagai suatu penghambur, maka gelombang elektron yang terhambur dapat berinterferensi, sehingga kita memperoleh semacam kisi difraksi kristal bagi gelombang elektron. Sebarang bidang khayal yang memuat sejumlah atom dalam kristal memiliki pusat-pusat hambur yang tersusun secara teratur sehingga dapat menghasilkan suatu pola interferensi; hamburan dari salah satu himpunan bidang seperti itu diperlihatkan pada Gambar 4.7. Sudut hamburan θ, sebagaimana kita mendefinisikannya dalam bab 3, tidak lain adalah 90o – Ф/2.

Berkas yang terpantul dengan intensitas maksimum akan teramati pada sudut Ф apabila syarat Bragg (3.19) bagi interferensi maksimum dipenuhi. Jarak atom a berhubungan dengan jarak d menurut persamaan

                        d = a sin ( )                             (4.2)

Pada Gambar 4.8 dilukiskan data ynag diperoleh Davisson dan Germer, yang memperlihatkan intensitas berkas hambur pada sudut Ф antara 0 dan 90o. Berkas dengan intensitas maksimum pada Ф = 50o terjadi untuk V = 54 volt. Persamaan (4.2) dan (3.19) dengan demi-

Gambar 4.7 Gambar terinci mengenai hamburan dari bidang kristal. Atom-atom dalam kristal berjarak pisah a; dan pada sudut Bragg θ, jarak antara bidang-bidang atom adalah d. Interferensi konstruktif dari berkas hambur terjadi ketika syarat Bragg terpenuhi.

Gambar 4.8 Hasil percobaan Davisson dan Germer. Interferensi maksimum menyebabkan intensitas berkas pantul mencapai suatu maksimum pada sudut Ф = 50o untuk V = 54 V.

kian memberi kita nilai panjang gelombang berkas elektron untuk hamburan pad asudut 50o. Karena dari percobaan diketahui bahwa jarak kisi dari atom-atom nikel adalah a = 0,215 nm, maka :

                        d = a sin 25o = 0,0909 nm

                        λ = 2d sin θ = 0,165 nm

berikut kita bandingkan hasil ini dengan yang diperkirakan berdasarkan teori DeBroglie. Sebuah elektron yang dipercepat melalui suatu beda potensial 54 V memiliki energi kinetik 54  eV dan  karena itu momentumnya adalah

                        p =   =    =  (7430 eV)

panjang gelombang DeBroglie adalah λ = h/p = hc/pc. Dengan menggunakan hc = 1240 eV.nm, kita peroleh

                        λ =  = 0,167 nm.



    Hipotesis DeBroglie

    DeBroglie mengusulkan tanpa dukungan bulti percobaan bagi hipotesisnya, bahwa bagi semua partikel yang bergerak dengan momentum p, terkait suatu gelombang dengan panjang gelombang λ,

    Archives

    March 2012

    Categories

    All
    2. Hipotesis DeBroglie